[Fanfic/Mini-series] Life / Picture of You – Part 1 (OnkeYunjae couple)


cr poster: Ezra @artfretaermyra.wordpress.com


Title: Life / Picture of You

Pairing: Onew x Key & Yunho x Jaejoong

Genre:  Fluff, romance, a slightest bit of angst :3

Length:  Mini series

Disclaimer: I do not own the characters, just the plot.

A/N:

One of my pending-ed fanfiction (lol maksa abis). Tadinya sih ga gitu pengen bikin yang ini dulu secara FF laen masih terbengkalai di pojok folder tapi moodnya lagi bagus untuk bikin FF semacam ini jadi author putuskan untuk menulis chapter 1 nya :3 Jujur aja author belom tau apakah FF ini bakal dijadiin mini series atau malah cuma shots, semuanya tergantung dari keadaan nanti aja dan tentunya tergantung dari mood author XD for Yunjae and Onkey shipper, this one is dedicated for you ^^ and for Lui, this one is going to be happy ending XDD

=========

++ 3rd person POV ++

“Jadi, kau sudah mengerti kan? Walau bagaimanapun kau harus menghabiskannya.” ucap Jinki. Wajahnya begitu serius; tangannya melepas kaca mata berbingkai hitam yang dipakainya dan menggosokkan lensanya ke jubah putihnya.

Bocah laki-laki berusia 6 tahun di depannya menelan ludah. Wajahnya tidak kalah serius dari lelaki yang usianya jauh lebih tua darinya.

“Kalau… aku memakannya,” ujarnya seraya memainkan ujung selimut yang menutupi sebagian tubuhnya, “kau janji akan membelikanku game edisi terbatas yang baru dirilis hari ini?? Yang tadi diceritakan sama Young Woon??”

Jinki memakai kaca matanya lagi dan tersenyum.

“Tentu. Aku janji!” balasnya, dengan ceria dan keceriaan itu menular pada si bocah laki-laki yang segera tersenyum lebar dan terlonjak di tempat tidurnya sambil bertepuk tangan.

“ASYYIKK!!! Mana obatnya?? Aku minum sekarang juga!” tukasnya sambil menyambar nampan kecil berisi beberapa pil dan kapsul beraneka warna dan ukuran. Dalam sekejap bocah itu menghabiskan seluruh isi nampan walau ia agak tersengal karena terlalu memaksakan diri menelan obat-obat pahit tersebut. Dokter muda berkacamata bernama Lee jinki tadi hanya tertawa dan menepuk-nepuk punggung anak itu pelan ketika ia tersedak air putih yang diteguknya cepat-cepat dan tersedak karenanya.

“Hei, sudah pelan-pelan saja. Obatnya tidak akan hilang, kok!” ujar Jinki dengan geli, “Nah, aku harus pergi ke ruanganku sekarang. Ada seseorang yang harus diberi pelajaran.” ucap dokter muda tersebut, seraya mengutip perkataan salah satu tokoh heroine dalam game yang dijanjikannya tadi. Tawa kecil kembali dikeluarkan olehnya ketika bocah di depannya menganggukkan kepala dengan semangat.

“Dokter, menurut saya tidak baik jika Anda terlalu sering menjanjikan sesuatu pada Hyun Soo. Saya khawatir dia akan menolak menghabiskan obatnya jika tidak ada imbalan yang diberikan.” So Hyun, suster magang yang menjadi asisten Jinki berkata. Saat itu mereka tengah melintasi koridor rumah sakit untuk kembali ke ruangan sang dokter. Pria muda itu sendiri hanya tersenyum dan menoleh kea rah si asisten.

“Tenang saja, So Hyun. Aku mendapatkan gelar sarjana psikologi dalam waktu singkat bukan tanpa alasan, bukan?” jawabnya.

Sang asisten hanya menghela napas dan mau tidak mau tersenyum juga. Walau terdengar sombong namun gadis itu tahu dokter itu hanya bercanda. Jinki hanya mengatakan bahwa ia tahu apa yang ia lakukan.

“Lagipula aku hanya dimintai bantuan oleh dokter Choi.” tambahnya, “Lalu, apa jadwalku selanjutnya?”

So Hyun dengan cepat memeriksa daftar yang ada di tangannya.

“Err, jam dua siang nanti Anda ada janji konsultasi dengan Nyonya Kwon di rumahnya. Jam empat dengan Nona Jung di ruangan Anda dan… ah, maaf saya lupa menyampaikannya tapi seorang pasien baru saja tiba. Sepertinya ia dibawa oleh panti sosial kemasyarakatan karena terlibat pada beberapa tindak kenakalan remaja di sekolahnya. Hmmm, menurut catatan dia diharuskan mengikuti sepuluh sesi konsultasi dengan Anda sambil menjalani 50 jam kerja sosial di rumah sakit ini dan sesi pertamanya dimulai jam 11 ini.” jelas gadis berambut sebahu itu panjang lebar, membacakan sederetan catatan panjang di atas kertas putih di tangan kanannya.

Alis Jinki terangkat sedikit. Jadi kali ini ia harus menangani remaja bermasalah yang berandalan dan tidak bisa diatur. Menarik, pikirnya.

“Begitu. Siapa namanya?” tanyanya, santai. Mereka berbelok dan berhenti di depan sebuah pintu dengan warna putih yang sama dengan yang mewarnai sebagian besar dinding koridor rumah sakit itu dengan papan nama tertancap di permukaannya.

“Kim Kibum.” jawab So Hyun seraya membuka pintu itu dan mempersilakan Jinki masuk.

Di ruangan tersebut seorang pemuda berbaring dengan satu tangan diletakkan di bawah kepalanya yang dihiasi potongan rambut paling eksentrik yang pernah dilihat Jinki; Mohawk dengan bagian samping yang dicukur habis dan diwarnai hingga terkesan seperti nyaris botak di bagian itu. Walau begitu wajah pemuda itu berbanding terbalik dengan tampilan wambutnya yang sangar karena wajah itu terlihat cantik. Agak aneh memang, namun pada kenyataannya tidak ada kata yang lebih tepat untuk menggambarkan wajah pemuda tersebut.  Gaya berpakaiannya yang tidak kalah antik dari tatanan rambutnya tidak mengurangi rasa kagum Jinki pada si pemuda yang perlahan menoleh ke arahnya dan menatapnya tajam.

“Apa kau dokter yang akan memeriksa apakah aku gila atau tidak?” tuntutnya, tanpa mau repot bangkit dari posisinya.

Baik So Hyun dan Jinki sama-sama ternganga walau dengan alasan yang sama sekali berbeda. So Hyun tercengang dengan keberanian (atau ketidaksopanan) yang ditunjukkan oleh remaja yang usianya hanya sedikit lebih tua dari dirinya itu kepada Jinki sedangkan dokter tersebut tertegun ketika matanya berhadapan dengan kedua manik milik Kibum. Bertahun-tahun mempelajari ilmu di salah satu universitas kenamaan di Korea membuat ia mampu membaca berbagai ekspresi dan kepribadian seseorang hanya melalui mata mereka dan di dalam kedua mata milik Kibum tersimpan berbagai hal yang membuat jantung Jinki berdebar lebih keras dari biasanya. Entah karena terlalu bersemangat atau karena hal lain…

Jinki dengan sigap memperbaiki sikapnya dan ketenangannya  pun kembali.

“Kau pasti Kim Kibum. Namaku Lee Jinki dan walau aku adalah dokter yang ditunjuk untuk membantumu tapi aku tidak akan memeriksamu karena aku yakin kau sama sekali tidak gila. Kita hanya akan…bicara sedikit mengenai dirimu.” balasnya sambil melangkah mendekati pemuda yang masih berbaring dengan satu kaki menggantung di pinggir ranjang praktek di situ.

“Namaku Key, bukan Kibum!” tukasnya, “Kalau kau yakin aku tidak gila kenapa kau tidak bebaskan aku dari sini dan coba beritahukan bapak-bapak bodoh itu bahwa yang bermasalah itu mereka!”

Jinki memasukkan tangan ke dalam saku jas putihnya dan tertawa renyah.

“Masalahnya tidak semudah itu, Kibum. Aku masih harus melakukan tugas yang telah didelegasikan padaku dan memastikan kau mendapatkan bantuan yang kau butuhkan…”

“Tapi, aku tidak butuh bantuanmu!” tukas Kibum.

“Ya, kau memang tidak butuh bantuanku… Tapi kau membutuhkan bantuan seorang teman.”

Jinki mendapati Kibum terperangah mendengar ucapannya, namun dengan segera tawa mengejek tersembur keluar dari bibirnya.

“Teman? Persetan dengan teman! Aku tidak butuh manusia tidak tahu diri yang hanya bisa memanfaatkan orang lain untuk kepentingan pribadi!” desis pemuda berwajah cantik tersebut. Wajahnya hanya berjarak beberapa inci dari wajah dokter muda di depannya. So Hyun menahan napas dan melihat adegan itu dengan agak gugup. Menyaksikan Jinki babak belur dihajar pasiennya sendiri bukanlah sebuah pengalaman yang mengenakkan untuk dikenang, walau akan sangat menarik untuk diceritakan pada teman-teman sejawatnya nanti.

Di luar dugaan, dokter itu tersenyum lebar; begitu lebar hingga Kibum bersumpah kedua mata di balik lensa kacamata itu pun turut tersenyum.

“Aku bukan orang yang gemar memanfaatkan orang lain untuk memperoleh apa yang kuinginkan. Dan jelas aku sama sekali tidak berniat melakukan hal seperti itu kepadamu.” ujarnya, “Key, apa kau mau bertaruh?”

Bibir tipis itu membuka sebentar untuk kemudian menutup lagi, dan akhirnya terbuka kembali.

“Bertaruh…? Yah, apa maksudmu sebenarnya?!” tukas Kibum sambil memicingkan mata. Tangannya kini terlekat erat di pinggangnya.

“Aku akan membayarkan setengah isi tabunganku yang telah kusimpan selama lebih dari 15 tahun jika setelah sepuluh sesi yang harus kita jalani, kau tidak menganggapku sahabatmu.” tantang Jinki. Ia tahu sekali orang seperti Kibum paling benci diremehkan dan sama sekali anti kekalahan jadi ia menggunakan taktik itu sebagai pendekatan awal. Dan benar saja; setelah sempat terperangah (untuk yang kedua kalinya) sesaat, Kibum mendengus tertawa dan melipat kedua tangan di depan dada sambil membalas tatapan Jinki dengan berani.

“Jadi kaupikir kau hebat, huh Dokter Lee Jinki?” cemoohnya, “Baik, aku terima tantanganmu. Kau siap-siap saja kehilangan uang dalam jumlah yang sangat besar beberapa minggu lagi.”

Jinki hanya tersenyum. Umpannya telah disambut dengan sukarela oleh Kibum.

***

(15 menit sebelumnya)

Jung Yunho berjalan menyusuri bagian samping rumah sakit yang berhadapan langsung dengan taman buatan yang tidak begitu luas namun nampak cukup nyaman untuk para pasien menghabiskan waktu mereka di sore hari. Hari belum begitu siang saat pria berusia 25 tahun itu tiba di tempat tersebut, namun cuaca yang cukup panas membuat penghuni rumah sakit enggan berdiam di sana.

Pria itu menghela napas panjang. Aktivitas di tempat itu sepertinya sedang mencapai puncaknya dan dari kacamata seorang fotografer seperti dirinya itu sama sekali bukan hal yang melegakan. Tentu, ia dengan senang hati bersedia menangkap momen di mana para dokter dan timnya berjuang menyelamatkan nyawa pasien namun hati kecilnya berkata bukan adegan semacam itu yang harus ditangkap oleh kameranya. Ia tidak ingin foto-fotonya menimbulkan stigma mengerikan di masyarakat bahwa rumah sakit tidak lebih dari tempat seseorang meregang nyawa. Tidak. Ia ingin sosok tempat itu digambarkan secara lebih manusiawi, lebih sebagai tempat di mana orang-orang sakit bisa menemukan ketenangan yang diberikan oleh para pekerja kesehatan di situ. Sebuah ketulusan, itu yang ingin ditampilkan Yunho dalam pameran fotonya kali ini.

Akan tetapi mencari sebuah ketulusan itu ternyata sama sulitnya dengan melakukannya. Ini hari kedua ia mengelilingi bangunan itu, berusaha mencari sedikit saja saat dimana momen yang dicarinya muncul. Jarinya sudah kebas karena terlalu lama diletakkan di atas tombol bulat kecil berwarna abu-abu di bagian atas kamera SLR nya, namun usahanya belum juga membuahkan hasil. Kalau sampai hari ini ia tetap pulang dengan tangan hampa, lebih baik besok ia tidak usah lagi datang ke sini. Pikiran itu membuat suasana hati Yunho bertambah suram. Ia membiarkan kakinya membawanya menuju bangsal anak-anak. Celotehan ramai mulai merasuki telinga pria itu ketika ia berjalan pelan menuju satu demi satu ruangan yang ada di kiri kanannya.

Tangan kanannya otomatis terangkat dan dengan cepat tombol abu-abu itu akhirnya ditekan juga oleh telunjuknya saat ia tanpa sengaja melihat sebuah pemandangan yang sudah dua hari ini dicarinya. Bibir Yunho ikut menyunggingkan senyum melihat sang dokter berkacamata tertawa renyah sambil mengacak-acak rambut anak laki-laki yang tampak sedang bersusah payah menelan beberapa butir kapsul obat di nampannya. Cara dokter itu memandang dan memberikan keberanian pada bocah itu membuat pria muda tersebut teringat pada ayahnya sendiri dan Yunho pun menyandarkan diri pada pintu di sebelahnya setelah mengambil beberapa foto sebagai back up.

Lamunannya terhenti ketika seorang gadis muda berjas putih panjang dengan name tag bertuliskan “So Hyun” di dada sebelah kirinya menggumamkan kata permisi sebelum melangkah masuk ke kamar anak tadi dan menunggu si dokter selesai membujuknya.

Yunho beranjak meninggalkan ruangan setelah sebelumnya saling bertukar senyum dengan sang dokter ketika pandangan mereka tanpa sengaja bertemu. Pria itu mengangkat kameranya dan menundukkan kepala untuk melihat foto yang tadi diambilnya. Ia tersenyum puas mendapati hasilnya mendekati sempurna dan memeriksa foto lainnya tanpa mengangkat wajah dari layar segiempat kecil di bagian belakang kameranya. Tidak heran Yunho kehilangan keseimbangannya dan nyaris jatuh ke depan ketika tubuhnya bertumbukkan dengan benda keras yang datang dari sebelah kiri, jika saja sepasang tangan lain memegang erat lengannya.

Dengan cepat ia berpegangan pada benda yang tadi menabraknya (yang ternyata sebuah kursi roda).

“Maaf, Anda tidak apa-apa?” suara halus menyapa gendang telinga Yunho dan memaksanya mendongakkan kepala menghadap si pemilik suara.

Wajah yang terpampang di hadapannya sama halusnya dengan suara yang keluar dari mulutnya. Usia pemuda itu sepertinya tidak terpaut terlalu jauh dengannya, walau matanya yang besar dan bundar memberi kesan kekanakkan pada keseluruhan rautnya. Rambut hitamnya yang tebal dan agak panjang nampak kontras dengan bibir tipis kemerahan yang masih membuka sedikit, sisa dari pertanyaan yang diajukannya. Yunho tidak pernah tahu seseorang dapat memiliki wajah yang begitu mirip dengan boneka seperti pemuda yang kini berjarak hanya beberapa sentimeter darinya. Pakaian putihnya memberitahu Yunho bahwa pemuda ini adalah salah satu staf perawat di rumah sakit tersebut.

“Pak? Anda baik-baik saja?”

Yunho tergeragap. Tangan pemuda itu tak lagi menopang berat tubuhnya dan kini ia sedang menatapnya dengan khawatir. Untuk sesaat, Yunho kesulitan menemukan kata-kata untuk menjawab pertanyaan tersebut. Debaran keras yang menghantam ddanya pun tidak membantu sama sekali.

“Ah, aku err, baik-baik saja. Mungkin seharusnya aku yang minta maaf karena… yah… terlalu sibuk dengan benda ini.” fotografer itu menunjukkan kameranya dan tertawa malu namun tawa itu segara menghilang ketika pemuda di depannya tersenyum.

“Tidak apa-apa. Saya maklum jika Anda menginginkan hasil terbaik untuk foto-foto Anda.” jawab pemuda itu, pelan.

Mulut Yunho membentuk huruf ‘o’ besar sebelum ia kembali berujar,

“Sepertinya aku lumayan terkenal juga di sini.”

Bahkan pemuda itu pun tertawa kecil mendengar candaan tersebut.

“Tidak setiap hari kami mendapat kehormatan bertemu dan berkesempatan difoto oleh fotografer muda terkenal seperti Anda, Jung Yunho-sshi.”

“Yunho saja. Aku belum setua itu sampai harus dipanggil dengan sebutan formal, errr…”

“Kim Jaejoong,” potong pemuda tersebut.

“Oh. Jaejoong. Nama yang bagus…”

“Tapi kebanyakkan orang memanggil saya Jae.”

“Ah, itu juga bagus. Senang bertemu denganmu, Jae… maksudku Jaejoong.” ujar Yunho, cepat.

Lagi-lagi Jaejoong menertawakan kegugupan pria itu.

“Saya lebih suka dipanggil Jae, Yunho.” balasnya. Yunho mengeluarkan tawa lega yang bercampur dengan nada miris di sela-selanya.

“Baguslah kalau begitu.”

Kemudian keduanya terdiam.

Ini pertama kalinya fotografer terkemuka itu berkeringat dingin di depan orang lain yang sama sekali bukan public figure terkenal yang biasa ia temui selama kariernya sebagai juru foto. Bahkan menghadapi wakil kepala negara pun ia masih sanggup mengeluarkan kelakar seputar skandal yang sedang merundung laki-laki malang tersebut. Ada sesuatu yang membuat Jaejoong berbeda, ataukah figurnya yang nyaris tanpa cela itu yang membuatnya gentar?

“Anu…”

“Jae, aku…”

“Oppaaaa, aku lapar. Sampai kapan kita diam di sini??” rengek seorang anak perempuan yang ternyata sejak tadi mendiami kursi roda yang terjepit di antara mereka, memutus kalimat yang tak sengaja diucap bersamaan demi mendobrak kesunyian.

“Maaf Soo Hyun, oppa lupa kau belum sarapan. Baiklah, kita ke kantin sekarang ya.” jawabnya seraya mengusap pelan kepala gadis kecil yang terlindung oleh topi berwarna biru muda itu. Jaejong mengembalikan perhatiannya pada Yunho.

“Sepertinya saya harus pergi. Senang berkenalan dengan Anda, Yunho. Mudah-mudahan kita bias bertemu lagi di lain waktu.” ujarnya, sambil tersenyum dan menunduk memberi hormat. Tanpa mempedulikan Yunho yang masih tertegun di tempatnya, pemuda itu meraih pegangan kursi roda dan mendorongnya meninggalkan tempat pria itu berdiri.

“J, JAEJOONG!”

teriakan kencang itu membuahkan tatapan sinis dari perawat yang masih sibuk berkeliaran di sepanjang koridor yang diarahkan langsung kepada Yunho yang dengan wajah merah sibuk menundukkan kepala, meminta maaf. Sementara yang dipanggil terkekeh dan menunggu dengan sabar hingga fotografer itu mendekat.

“Ehhh, maaf aku terpaksa berteriak. Aku… aku hanya berpikir… apa kau berminat menjadi… model foto untuk pameranku nanti? Maksudku kau tidak harus bergaya dan semacamnya, kau cukup beraktivitas seperti biasa karena tema yang kupilih kali ini berhubungan dengan pekerjaanmu dan aku akan mengikutimu sepanjang hari, memotret momen yang kuanggap bagus tapi tentu saja aku tidak akan memaksamu kalau kau tidak mau… tapi sejujurnya aku berharap…”

“Yunho?”

“Ya?”

“Aku bersedia.”

Yunho terdiam.

“Benarkah?” pria itu menghembuskan napas yang dari tadi ditahannya dan tertawa lega, “Aku…senang mendengarnya. Sungguh! Jadi… kita akan bertemu lagi besok? Jam 9?”

Jaejoong tersenyum.

“Besok pagi, jam 9.”

“Di sini?”

“Di sini.” jawab perawat itu, geli.

“Bagus! Kalau begitu, sampai jumpa besok.” Yunho menganggukkan kepala, “Bye.”

“Bye.”

Dengan satu senyum manis terakhir, Jaejoong melanjutkan perjalanan yang tadi sempat terhenti dengan sang fotografer sibuk menenangkan jantungnya yang masih berdetak kencang di tempatnya.

===========

To Be Continued

This Fanfic could also be found in Enma D’mightyhyunsaferism’s FB

23 thoughts on “[Fanfic/Mini-series] Life / Picture of You – Part 1 (OnkeYunjae couple)

  1. Asyiknya 2 couple fav gw ada dlm stu FF hehe

    ckckck onew onew
    lo berani banget ngasih taruhan kek gitu,
    gag takut bangkrut? HeE
    klo gw yakin lo bakalan bangkrut. Soalnya ntar lo ma key jadinya lebih dari sekedar teman heE *evil smile*

    kek.a ne couple satu langkah lebih maju deh dari onkey,,
    mulus” aja semulus kulit jae wkwkwk #plak *jae:kapan lo pernah megang gw?*

    rasanya gw jdi pengen dhe jdi pasien disana lol

    author yg bae,,
    next chap jgn lama” yaa *ngerayu pke puppy eyes*

  2. Bru kali ini nemu ff onkeyyunjae,coba kalo ad heewon jg waah,fav ak smua tuh..

    Ntu keynya galak amat sih,wah si onyu hrus ekstra sabar itu..
    Nah kalo yunjaenya sih ak suka bgt,sm2 salting lucu deh..

    Chingu,lanjuut ya..
    Ffnya keren loh..

  3. kyaaah…. kk! I lup yu so muach, mmwuah~~~
    OnKey n YunJae…. XD
    tapi, kok, PG-13? NC-17 nya kapan buat OnKey? XP (aduh, maap, Sirion emg ratu mesum….)
    Onew dokternya, Key pasiennya… hehehehehe…. kikikikikikiki…
    oke, semangat buat kk! biar update terus!
    Ganbatte!

  4. SUKAAAAAAAAA… XDD

    Ya ampun, yang jd cast-nya dr idol fav aku semua.. aku OnKeYunJae shipper loh, hehehehe..

    author.. cepet lanjutannya.
    aku gg sabarlagii >__<
    penulisannya keren sih mudah dimengerti gtu.
    okee.. semangat author!!
    XDD

  5. yeeeeiiyyy………. ada ff OnKey lagiii >, dilempar sandal ama shawol

    waaahh…. ga sabar niihh….
    YunJaenya….awww….

    tau aja sih ni author klo aku suka YunJae sama OnKey >,<

    lanjuut yaa~~ jangan lama2 🙂
    hwaiting!!

  6. Huwaaaaa… Onkeey!!! XD Awal cinta yang baik (?)

    Aku sebenernya udah lama jadi stalker blog ini XD Aku baca semua FF-nya! Buagus2 he.eh!!! >.<

    Btw, kak… Next chap ditunggu loooohhhh *reader sarap*

  7. Yaaaak, couple favorite aku unn 🙂
    sblumnya, thanks aa udah buat yunjae sama onkey, aku likee bnget!!

    Waw, key songok bnget yaa -,-
    aku ngebayangin dia d lucifer, bayangin onew’nya yg di amigo, wkwk
    kira-kira ini jinki bisa gk yaa brakhir dngan sahabatan sama key? 🙂

    lalu part yunjaenyaaaa, aku sukaaaaaa
    cinta ada andangan pertama, eh?
    Wkwk
    yun emang pinter naroh cintanya d orang yg tepat yaa 🙂
    aiss, aku penasaran unn,
    update soon yaa 🙂

  8. Yaaaak, couple favorite aku unn 🙂
    sblumnya, thanks yaa udah buat yunjae sama onkey, aku likee bnget!!

    Waw, key songok bnget yaa -,-
    aku ngebayangin dia d lucifer, bayangin onew’nya yg di amigo, wkwk
    kira-kira ini jinki bisa gk yaa brakhir dngan sahabatan sama key? 🙂

    lalu part yunjaenyaaaa, aku sukaaaaaa
    cinta ada andangan pertama, eh?
    Wkwk
    yun emang pinter naroh cintanya d orang yg tepat yaa 🙂
    aiss, aku penasaran unn,
    update soon yaa 🙂

  9. ooowwwhhhh… bgs bgt…
    pas nyari ff onkey bareng mbah google ak terdampar disini… keren bgt author ff ny… tp lanjutanny mana? ini ff ny udh lama kn??? ak tugguin lanjutanny yah… pleasee dilanjutin lg… *wink2*

Leave a reply to fujoshishoujo Cancel reply