[FF/threeshots/Yaoi/PG 13] The Doll Maker part 3 / END {Yunjae couple}


“Apa itu Tuhan? Aku bahkan belum pernah bertemu denganNya…” Leeteuk memiringkan kepalanya sedikit dan menatap Yunho dari sudut matanya. “Pikirkan baik-baik tawaranku tadi. Aku pasti akan datang segera setelah kau mengambil keputusan.”
“Dari mana aku tahu kau akan datang?”
“Aku tidak pernah berbohong, Yunho. Tidak sekalipun…”

***

Paris, 27 Maret 2010
21.35 PM

Yunho menyalakan lilin terakhir di ruangan yang selama ini ditempati Jaejoong sebagai tempat tinggalnya. Kamar apartemen yang biasanya diterangi cahaya lampu kini nampak redup dan temaram oleh cahaya yang berasal dari puluhan lilin yang telah dipasang Yunho di situ. Pemuda itu mematikan pemantik hijau yang dipegangnya dan duduk di tepi tempat tidur berseprai merah darah di tengah ruangan.

Sejak pertemuannya dengan Leetuk hari itu, ia membuntuti Jaejoong kemanapun pemuda itu pergi. Dalam hatinya, tadinya ia berharap semua yang dilaporkan Leeteuk mengenai kekasihnya itu tidak benar, tapi kemudian ia melihat sendiri betapa sering Jaejoong dan Siwon bertemu seusai jam kuliah. Yang lebih menyakitkan Yunho adalah kenyataan bahwa Jaejoong selalu berbohong padanya ketika ia bersama dengan Siwon. Terlebih ketika pembuat boneka itu mendengar ucapan pemuda cantik itu secara tidak sengaja ketika ia tengah mengikuti mereka berdua di sebuah kafe.

“Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Siwon. Aku tahu bahwa tak seharusnya aku merasa seperti ini tapi merasa sesak di antara cengkraman Yunho. Sepertinya aku tidak bisa lagi menjadi diriku yang dulu ketika aku bersamanya. Aku ingin bebas, Siwon. Aku tidak ingin terus menerus terpenjara oleh sifat posesifnya yang berlebihan.” dan Siwon memeluknya setelah itu…

Detik itu juga, Yunho tahu ia harus menerima tawaran Leeteuk; dan ia melakukannya.
Pemuda berambut coklat itu hanya tersenyum puas ketika ia dan Yunho bertemu malam itu juga.
“Sudah waktunya kau mengambil sikap, Yunho.”
“Jika aku tidak bisa memiliki Jaejoong seutuhnya, maka tidak ada seorang pun yang bisa. Maka lakukanlah; Aku rela menyerahkan jiwaku asal dia menjadi milikku selamanya.” katanya waktu itu.
Dan kini ia telah menyiapkan semuanya. Malam ini, Leeteuk harus membuktikan ucapannya dan karena itulah Yunho akan menunggu; menunggu dengan sabar sampai Jaejoong pulang.

“Yunho?”
Pemuda itu mendongak dan menemukan Jaejoong berdiri di depan pintu apartemennya. Wajahnya terlihat bingung dengan kehadiran Yunho di kamarnya terlebih dengan banyaknya lilin di seluruh penjuru ruangan.
“Jaejoongie, kenapa kau lama sekali?” sapa Yunho dengan senyum yang terlihat lain di mata pemuda berambut hitam itu. “Aku sudah menunggumu sejak tadi sore.”
Jaejoong mengeluarkan tawa yang dipaksakan dari mulutnya. Dengan agak gugup, pemuda itu membuka mantel tebal yang membungkus tubuhnya dan menggantungnya di tempatnya.

Akan tetapi gerakannya tertahan ketika ia merasakan ada dua lengan kekar yang melingkari pinggang rampingnya, diikuti oleh kehangatan yg dulu akrab dirasakan olehnya. Hanya saja malam ini, ada sedikit hawa dingin yang terselip diantara kehangatan yang membungkus dirinya yang membuat degup jantung Jaejoong memacu.
“Yu, Yunho mengapa kau seperti ini?” sekali lagi tawa sumbang itu muncul. Yunho membenamkan kepalanya dalam-dalam ke bahu kiri Jaejoong. Perlu beberapa detik terbuang sebelum ia menjawab lirih,
“Jae, aku merindukanmu…” pemuda itu mengangkat kepalanya “Katakan, apa kau mencintaiku?”

Jaejoong terkesiap menndengar pertanyaan langsung tersebut. Matanya yang tadi mulai beringsut ke samping dan nyaris bertemu dengan manik kecoklatan milik Yunho kini kembali berlari ke arah lain. Ia mulai diliputi perasaan bimbang, serta rasa bersalah yang keduanya dengan cepat bercampur menjadi satu dan membuat mulutnya terkunci rapat.
“Jae?”
“Mengapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu?”
“Kenapa?” tanya Yunho lagi “Apakah aku tidak berhak bertanya seperti itu? Apa karena kau tidak siap memberikan jawabannya padaku?”
“Yunho…” Jaejoong mendesah lelah, namun sebelum ia sempat mengatakan apa-apa Yunho membisikkan sederetan kalimat yang membuat darahnya seakan membeku di dalam nadinya.
“Aku tahu apa saja yang telah kau lakukan dengan Siwon…”

Jika saja ruangan itu terang benderang oleh cahaya lampu maka wajah pucat Jaejoong yang kini semakin memutih dapat terlihat dengan sangat jelas, namun hanya suara gemeritik pelan yang berasal dari puluhan lilin di situ yang seakan menertawakan Jaejoong. Perasaan bersalahnya kini juga diikuti oleh rasa takut yang perlahan merangkak di dalam hati, terlebih ketika ia merasakan ada cairan hangat yang membasahi lehernya yang jenjang. Dalam seketika itu juga ia tahu, Yunho menangis.
“Yun…”
“Kenapa kau tega? Jika memang aku bersalah kau bisa mengatakannya langsung padaku. Kita bisa membicarakan semuanya, Jae. Aku bersumpah aku akan mencoba berubah demi dirimu.” suara Yunho terdengar seperti orang yang sedang tercekik diantara sedu sedannya.
“Tapi kau malah memilih untuk menghabiskan waktu dengannya… Kau tahu bagaimana perasaanku melihat kalian berdua berpelukan siang itu? Betapa aku ingin memotong tangannya karena telah menyentuh apa yang seharusnya menjadi milikku?! Kau milikku Kim Jaejoong dan tidak ada yang bisa merubahnya!” bisikan itu dengan cepat berubah menjadi desisan berbahaya di telinga Jaejoong. Ia pun mulai panik ketika lengan yang mengikat pinggangnya kini nyaris mematahkan tulang pinggulnya.

“Yun, le, lepaskan… KAU MENYAKITIKU, YUN!” teriaknya.
Ketika pegangan itu melonggar, dengan cepat Jaejoong membebaskan dirinya dan bergerak menjauhi Yunho dengan napas terengah-engah. Ia seakan tidak percaya ketika berhadapan dengan pemuda yang dulu pernah sangat dicintai dan dikaguminya itu lebih dekat. Wajah yang dulu tampan dan bersinar dengan penuh kehangatan kini nampak gelap dan menakutkan. Tak ada lagi senyum terukir di bibir itu, hanya garis tipis yang sedikit membusur ke bawah yang ada di situ.
“Aku tidak bisa melepaskanmu, Jaejoong. Aku tidak akan pernah melepaskanmu…”
“Yun, apa yang…”

Kata-kata Jaejoong tertahan di tenggorokannya ketika ia menyadari ada orang lain di ruangan itu. Seorang pemuda berambut coklat dan berwajah seperti anak kecil berdiri di dekat kusen jendela dengan tangan terlipat didepan dada, seakan ia menikmati pertunjukkan yang sedari tadi diperankan dengan amat baik oleh Yunho dan Jaejoong. Di sebelahnya, tepat di atas kursi kayu berpernis terdapat sesosok boneka porselen kecil berpakaian hanbok berwarna merah darah dengan sentuhan keemasan di beberapa bagiannya. Boneka itu nampak begitu mengagumkan namun yang membuat napas Jaejoong seakan habis adalah raut wajah boneka itu yang sangat tidak asing baginya; karena wajah yang tercetak di permukaan halus porselen itu sangat mirip dengan wajahnya sendiri.

“Siapa kau?! Dan… boneka itu…” dengan gemetar ia menunjuk benda yang masih bertengger dengan anggun di atas kursi. “Apa maksud semua ini?!!”
Tidak ada yang mendengarkan pertanyaannya karena sejurus kemudian orang asing yang dikenal Yunho dengan nama Leeteuk itu maju dengan langkah ringan dan senyum lebar terpasang di wajahnya seperti anak kecil yang akan mendapatkan hadiah.
“Sungguh mirip dengan yang asli. Kau betul-betul pembuat boneka yang handal, Jung Yunho~” dengan santai ia bersiul, seakan mereka sedang terlibat dalam sebuah percakapan di sebuah sore yang tenang ditemani secangkir teh hangat.
Yunho menatap Leetuk dengan dingin.

“Jangan banyak bicara. Cepat kaubuktikan semua ucapanmu padaku.” tegasnya.
Jaejoong yang masih tidak mengerti akan apa yang telah dan akan terjadi diam-diam beringsut mendekati pintu.
“Kau jangan macam-macam…” gertaknya dengan suara gemetar “Aku bisa memanggil polisi jika memang perlu!”
Leeteuk menoleh ke arahnya, sebelum mendongakkan kepala dan tertawa nyaring. Dengan langkah pelan, ia kembali mendekati Jaejoong persis seperti hewan buas yang sedang mempermainkan mangsanya sebelum ia menerkam dan memakan habis mangsanya itu.
“Panggil saja jika kau bisa, Tuan Kim Jaejoong. Tapi sayang sekali, aku sama sekali tidak takut pada manusia berseragam bernama polisi… karena mereka bisa mati sedangkan aku tidak.” senyum mengejek terukir lagi di wajahnya.
“Dan jangan repot-repot memutar kenop pintu itu karena aku telah menguncinya sejak tadi…” lanjutnya dengan penuh kemenangan.

Jaejoong takut; ia sangat takut. Ia tahu bahwa nyawanya terancam walau ia sama sekali tidak mengerti mengapa ia bisa merasa demikian namun kini matanya secara refleks mencari perlindungan terakhir sebagai usaha untuk menyelamatkan dirinya dari oranmg asing yang mengerikan di depannya. Matanya menemukan Yunho yang kini berdiri di sudut ruangan dengan wajah tanpa ekspresi. Jaejoong tahu ini kesempatan terakhirnya untuk bertahan hidup dan ia berlari menghampiri kesempatan itu.
“Yun, Yunho… aku mohon, tolong aku!! Kau, kau harus mendengarkan penjelasanku dulu… Aku sama sekali tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Siwon! Aku mencintaimu, Jung Yunho!!” ucapnya putus asa sembari menarik kedua tangan Yunho ke dalam tangannya sendiri. Air mata kini membasahi kedua pipi pucatnya. Yunho tersenyum sedih.
“Maaf Jaejoong, hanya ini satu-satunya cara untuk kita… Untukku agar kau tetap menjadi milikku.” balasnya. “Mianhaeyo.”

Mulut Jaejoong membuka, ingin mengatakan sesuatu kepada pemuda satunya namun betapa terkejutnya ia ketika ia mendapati tubuhnya tak bisa digerakkan. Kedua kakinya seakan tertempel erat di lantai, persendiannya seakan kaku dan lidahnya tak lagi bisa bergerak; hanya air mata yang masih mengalir deras dan menjadi satu-satunya bukti nyata bahwa seorang Kim Jaejoong masih hidup dan bernapas.

Telinganya masih bisa menangkap dengan jelas serangkaian kata yang digumamkan Leeteuk dalam bahasa yang sama sekali tidak dikenalnya dan perlahan, sangat perlahan kedua kakinya mulai dijalari perasaan aneh; seakan kedua organ itu berangsur-angsur menghilang dari tubuhnya dan tertarik ke belakang, persis ke arah boneka porselen yang duduk di atas kursi kayu di sudut ruangan. Perasaan itu semakin lama semakin menulari bagian tubuhnya yang lain, ke pinggang, perut, terus menjalar seperti ular ke dadanya. Kedua mata hitamnya masih tertancap pada wajah Yunho di hadapannya, sebuah tatapan penuh penyesalan dan permintaan maaf dihadiahkan pemuda itu pada kekasihnya sebelum perasaan itu melahapnya habis dan raganya tak lagi ada di ruang itu. Tangan Jung Yunho yang masih terjulur ke depan kini hanya menggenggam udara kosong.

Tak ada air mata yang jatuh untuk kepergian seorang Jaejoong. Yunho hanya berdiri diam dan menarik tangannya kembali. Wajahnya nampak tenang bahkan ketika aura berwarna ungu kehitaman sekonyong-konyong muncul dan menari-nari di sekeliling tubuhnya. Ia beranjak dari tempatnya menuju boneka porselen yang di dalamnya kini berdiam jiwa kekasihnyya dan memeluknya dengan sayang.
“Aku sudah melakukan apa yang kauminta. Sekarang kau harus membayar harganya padaku, Jung Yunho.” Leeteuk berkata dari balik punggung pemuda itu.
Yunho membuka matanya dan menganggukan kepalanya pelan. Aura kehitaman di sekitarnya semakin tebal dan sedikit demi sedikit mulai menutupi dirinya. Yunho merasakan tubuhnya melayang untuk beberapa saat sebelum ia ditarik dalam kegelapan total yang anehnya menenangkan.

Boneka Jaejoong teronggok di lantai. Leeteuk mengambil benda yang mudah pecah itu dari situ dengan tangan kanannya sementara di tangan kirinya terdapat sebuah bola ungu kecil yang melayang di udara; itulah jiwa seorang pembuat boneka bernama Jung Yunho. Pemuda yang matanya kini diwarnai dengan warna darah itu mendudukkan boneka tersebut di atas kursi dan mendengus.
“Manusia adalah makhluk yang paling aneh yang pernah kutemui. Ia bahkan rela menjual jiwanya padaku supaya tidak ada orang lain yang bisa memiliki kekasihnya.” gumamnya.
Ia memperhatikan bola kecil berbentuk kabut yang masih melayang-layang di tangannya, dan senyumnya liciknya tersungging sedetik kemudian.
Sebuah ide melintas di pikirannya dan tergambar jelas di antara kilatan jahat kedua matanya.

***

(sebulan kemudian)

Vernon, Perancis Selatan
10.15 AM

Detektif tambun itu dengan cepat menulis sesuatu di dalam notes kecil miliknya.
“Jadi Anda sama sekali tidak tahu mengenai Monsieur Kim Jaejoong? Anda tidak pernah bertemu dengannya?” tanyanya pada seorang pemuda tampan di depannya. Pemuda itu tersenyum dan menggelengkan kepala.
“Sudah berulangkali saya katakan bukan, Detektif Polisi Jean? Saya baru saja sampai di kota yang indah ini sebulan yang lalu jadi mana mungkin saya mengenal seseorang bernama Kim Jaejoong di sini? Perancis itu tidak kecil, detektif.” jawabnya. Detektif berumur 45 tahun itu mengangkat bahunya dan berdehem.
“Menurut informasi yang saya dapat dari tetangga-tetangga Anda, toko boneka ini sebelumnya dimiliki oleh Monsieur Jung Yunho. Apa hubungan Anda dengan Monsieur Jung dan mengapa bukan beliau yang menjaga toko ini?”

Pemuda berwajah malaikat itu kini menampilkan wajah sedih yang membuat anak buah si detektif nyaris ingin memberikan sapu tangannya padanya.
“Dia… Yunho menghilang begitu saja tanpa mengatakan apa-apa. Sebelum dia pergi, dia menitipkan toko bonekanya ini pada saya, sepupu yang paling dekat dengannya. Detektif, jujur saja saya tidak mengerti apa hubungan antara Yunho dengan hilangnya Kim Jaejoong ini dan juga dengan diri saya.” ujarnya, yang serta merta membuat sang detektif merasa tidak enak.
“Yah, saya hanya berusaha mengkonfirmasi informasi yang saya dapatkan mengenai kedekatan Monsieur Yunho dan Monsieur Jaejoong ketika…”
“Walaupun mereka berdua memiliki hubungan khusus, lalu apa yang bisa Anda sangkut pautkan dengan saya? Apa Anda mencurigai saya membunuh mereka berdua hanya karena saya adalah pemilik toko ini sekarang?”

Detektif polisi Jean kehilangan kata-kata mendengar nada suara tajam pemuda berambut coklat itu. Sekali lagi berdehem dan memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan. Ia mengedarkan pandangaan ke sekelilingnya dan merasa tertarik pada boneka porselen yang terletak di tangah rak. Wajahnya yang cantik dan pakaiannya yang sama sekali berbeda dengan boneka lainnya yang mengenakan pakaian ala Eropa membuat detektif berambut jarang itu penasaran.

“Maaf Monsieur, boneka yang satu itu nampak berbeda dari yang lainnya. Apakah ia mengenakan hanbok?” tanyanya sambil bangkit berdiri dan menghampiri boneka yang dimaksud.
Senyum pemuda berambut coklat itu kembali muncul.
“Ya, itu adalah hanbok. Pakaian tradisional Korea dan wajar jika ia mengenakannya karena boneka itu adalah orang Korea.” jawabnya.
“Begitu…” gumam si detektif lagi “Saya tahu abhwa setiap boneka ini memiliki nama. Nah, siapa nama si cantik ini, Monsieur Leeteuk?”
Kedua mata Leeteuk nyaris tersembunyi di balik kelopaknya ketika senyumnya semakin melebar.
“Anehnya, namanya sama persis dengan orang yang sedang Anda cari Detektif Jean… Namanya Jaejoong.”

****

THE END

A/N:
sorry for the nonsense, sorry for the typos sorry for everything @.@
gosh i need to go now >.<
onkey will come up soon but i gotta go visit my grandma in the hospital k??
c you lovelies!

21 thoughts on “[FF/threeshots/Yaoi/PG 13] The Doll Maker part 3 / END {Yunjae couple}

  1. Wowoooo~
    suka bnget sama epepnya!
    Asli!! Keren banget 😀
    kenalin, aku kiki, maen ke sini nyari epep yunjae :p
    jd ngefans nih akuu,
    buat lagi yaa~ yunjaenya banyakin *diinjek
    sermorrr 🙂

  2. bagusss, baru kali ini baca ff yunjae penuh adegan mistis..beda bgt dr yg lain

    oia mw tny chingu, sebenernya teuki itu manusia atau bukan?masih penasaran nih 🙂

  3. Iseng lgi nyari ff yunjae, eh nemu ini…
    Keren! I like this genre fic~
    hohoo,, maklum kbiasaan bca YJ nc nih jdi rada sensi ma genre yg bedaan dikit ^^. *halah*
    btw, yun appa koq jahat ma jae umma? Ending’y angsty euy~
    Bikin ff yunjae Lgi yah… yah… yah! :3 *rayuan seorang yunjaeshipper XD*

  4. aku lagi iseng iseng nyari ff yaoi eeh nemu ni blog…

    Lam knal chingu aku reader baru hanae imnida

    Aku suka bgt chingu sma ff d sni…

    Ide ceritanya jauh bgt sma ide cerita d blog lainnya…

    4thumbs deeh…

Leave a reply to fujoshishoujo Cancel reply