[FF/ two-shots/ Yaoi/ PG-15] The (Absurd) Wings of Love – part 1 {TaeMinho- shinee pairing}


A/N: one shot ini author bikin di tengah proses pelanjutan FF Insidious Hearts (yang kagak updet-updet ampe 2 minggu). Sebenernya sih ini proyek iseng; dibua karena ada request dari Fatia dan juga karena author pengen ikut ngeramein project group Yaoi Heaven yang fenomenal itu *disambit*. Walau ga bisa dijadiin sebagai salah satu karya yang dilombakan (karena author adalah admin grup tersebut), tapi gapapa lah itung-itung penyegaran di sela-sela menulis sejarah cinta Hyunteuk yang sepertinya bakal tragis nasibnya lol. Inspired by the song from Boyz II Men yang judulnya 4 seasons of loneliness, terciptalah one-shot gaje ini~ well, happy reading then! for Fatia, maap kalo krg bagus.

=====

++ Author’s POV ++

Langit yang menaungi bumi malam itu nampak tidak tenang. Dengan wajah memerah ia berkali-kali mengeluarkan suara gemuruh, seakan ingin membentak manusia-manusia yang berdiam di bawahnya. Angin pun seakan ingin ikut menambah ramai suasana dengan bertiup sekencang-kencangnya, membuat pohon-pohon bergoyang hebat dan ranting-ranting kecilnya memukul jendela rumah-rumah yang berada di dekatnya. Singkatnya, suasana malam itu benar-benar mencekam dan membuat semua orang enggan keluar rumah jika tidak untuk urusan yang sifatnya amat mendesak. Sungguh sebuah permulaan musim semi yang buruk di awal tahun itu.

Walaupun begitu, para penjaga gerbang kerajaan kota itu harus tetap berjaga di posnya masing-masing tanpa peduli seberapa buruk cuaca saat itu. Para pria gagah berani itu harus terus berjaga agar istana dan seluruh penghuninya tetap aman dari ancaman musuh yang dapat menyerang kapan saja. Akan tetapi penjagaan yang ketat itu tetap tidak melenyapkan kegelisahan yang dirasakan seorang pangeran kecil berusia 6 tahun yang kini meringkuk di sudut tempat tidurnya yang ukurannya 4 kali lebih besar dari tubuhnya sendiri. Pangeran Lee Taemin tidak pernah suka berada dalam kegelapan, apalagi dengan cuaca seperti di luar yang membuat sekujur tubuhnya gemetar ketakutan. Ia benci suara petir yang sejak tadi saling bersahutan dan memekakkan telinganya; Ia tidak berani membuka matanya karena ia tahu bayangan pohon besar yang ada di pekarangan istana kini memenuhi seluruh ruangan dan menciptakan siluet yang menyeramkan di tiap sudut dinding kamarnya.

Taemin mencoba memikirkan hal-hal yang dapat membuatnya tenang dan satu-satunya yang dapat diingatnya adalah perkataan sang ibu beberapa waktu yang lalu mengenai penjaga rahasia yang dimiliki tiap manusia: malaikat. Masih jelas dalam ingatan Taemin betapa teduh wajah ibunya ketika ia membelai lembut rambut panjang pangeran kecil itu dan mengucapkan serangkaian kalimat terindah yang pernah ia dengar.
” Ingatlah, kita tidak pernah sendirian dalam hidup ini. Malaikat kita akan melindungi diri kita dengan caranya sendiri. Kita hanya perlu menunggunya hadir dan menunjukkan keajaibannya kepada kita. Ingatlah itu selalu, Lee Taemin.”

Kata-kata itu terus terngiang di telinga pangeran kecil itu, bahkan ketika sang ibu telah meninggalkan dirinya sendirian di kamarnya. Dengan dada berdebar keras karena ketakutan yang masih dirasakannya, Taemin menutup mata rapat-rapat dan mencoba tidak mempedulikan suara gemuruh langit dan kilatan-kilatan yang sejak tadi sambar menyambar. Air matanya sudah sejak tadi ditahannya agar tidak jatuh dan membasahi bantal. Jika Donghae tahu Taemin menangis hanya karena suara petir, bisa habis pangeran kecil itu ditertawakan kakaknya. Akan tetapi sekuat apapun Taemin meneguhkan hatinya, akhirnya ia menyerah pada rasa takutnya. Sembari memeluk tubuhnya yang kurus di bawah selimut, Taemin menangis terisak-isak dan mencoba memanggil malaikat pelindungnya walau matanya tetap menutup.
“Jika… kau sungguh ada *sobs* tolong… lindungi Taemin *sobs* Taemin takut…” bisiknya di sela-sela isakannya yang terdengar samar di tengah hardikan petir, dan bisikan itu diulangnya lagi, lagi, lagi, dan lagi… namun tak ada yang terjadi, dan perlahan anak laki-laki itu mulai kecewa karena ia merasa ibunya telah membohonginya.

“Sampai kapan kau mau menangis seperti itu?” suara itu menyentakkan Taemin yang segera membuka mata dan terduduk di tempat tidurnya. Pangeran kecil itu mencari sumber suara dan menemukannya dengan cepat di dekat jendela kamarnya. Di sana berdiri seorang laki-laki bertubuh tinggi,berpakaian serba hitam mulai dari jubah hingga boots yang dikenakannya. Rambutnya yang juga berwarna hitam dan agak panjang membingkai wajahnya dengan sempurna.

“A, Anda siapa?” bisik Taemin, setengah ragu setengah terpesona melihat kehadiran laki-laki asing di kamarnya itu. Sudut bibir laki-laki itu tertekuk sedikit, menampilkan seulas senyum yang entah mengapa membuat kedua pipi Taemin bersemu merah walau matanya tetap tidak beranjak dari wajah misterius di depannya itu. Kedua mata bening itu pun makin membelalak ketika ia menyadari bahwa wajah laki-laki itu kini berada tepat di depannya; salah satu tangannya mengusap lembut pipi Taemin yang halus.

“Aku datang memenuhi panggilanmu, Yang Mulia.” ucapnya, tanpa menghiraukan pertanyaan Taemin tadi. Wajah tampan laki-laki itu seakan menyihir Taemin. Mata birunya yang bersinar dalam kegelapan dapat menimbulkan kesan dingin bagi orang yang melihatnya namun bagi Taemin, mata itu nampak indah dan memberikan ketenangan.
“Jadi, kau…” bisik Taemin,”…adalah malaikat pelindungku?”
Laki-laki itu hanya tersenyum. Taemin masih memandangnya dengan bingung, namun kemudian ia terkesiap ketika dari punggung laki-laki itu terbentang sayap berwarna hitam dan saat itu baru disadarinya bahwa kaki laki-laki itu tergantung beberapa senti di atas lantai kamarnya; pria itu melayang di udara. Taemin kecil gemetar dan air matanya akhirnya tumpah juga. Otaknya memberinya perintah untuk menjauhi laki-laki itu, namun syaraf tubuhnya seakan kaku dan menolak untuk digerakkan. Sepasang mata biru itu melembut sorotnya; dengan kedua ibu jarinya laki-laki itu menghapus air mata Taemin.

“Kau tidak perlu takut,”ujarnya,” Bersamaku, kau tidak akan pernah merasakan kecemasan dan ketakutan lagi dan hanya dariku kau akan merasakan kedamaian yang tidak pernah kau kecap sebelumnya.” dikecupnya kening Taemin dan dalam sekejap, anak laki-laki itu merasa keadaan di sekitarnya menjadi sunyi; tidak ada lagi suara petir menyambar dan bayangan menyeramkan di dinding kamarnya tak lagi membuat dirinya takut.
“Tu,tuan apa yang…”
“Panggil aku Minho,” potong laki-laki misterius itu,” Kau tidak perlu tahu apa yang kulakukan karena itu tidak penting. Sekarang tidurlah; kau butuh istirahat yang cukup agar wajah cantikmu itu tetap segar esok hari.”

Taemin membuka mulutnya untuk protes namun laki-laki bernama Minho itu melambaikan tangan dengan cepat dan mendadak Taemin merasa semua tenaganya terkuras habis. Tubuh mungilnya terjatuh ke belakang dan dengan sigap Minho menangkapnya kemudian menidurkan anak laki-laki itu di atas bantal empuknya. Dengan sisa-sisa kesadaran yang masih dimilikinya, Taemin berhasil mengeluarkan suaranya dan bertanya pelan,
“Minho, kapan Taemin… bisa berjumpa dengan Minho… lagi?”
Pangeran kecil itu sama-samar melihat senyum Minho tersungging kembali sebelum ia menjawab,
“Saat manusia resah karena terhalang oleh tirai keraguan yang dihembuskan sang angin, aku pasti akan datang untuk menemuimu… aku janji.”

***
(9 tahun kemudian…)

Terik matahari yang menyinari kebun istana yang dipenuhi berbagai jenis bunga dan tumbuhan lain menyilaukan mata pangeran Taemin yang tengah berjalan menyusurinya. Hari masih pagi namun punggung Taemin mulai dibasahi keringat yang kini merembes di pakaiannya yang terbuat dari sutera; beberapa bulirnya malah turut membasahi kening dan rambut yang menutupinya. Pangeran yang kini berusia 15 tahun itu merentangkan tangan membiarkan ujung-ujung jarinya bersentuhan dengan kelembutan kelopak bunga yang tengah berbaring beralaskan tanah di bawahnya sementara kedua matanya terpaku rapat pada padang hijau yang terinjak kakinya yang dibalut sepatu putih hadiah ulang tahun dari ibunya.

Taemin tidak pernah menyukai musim panas; musim dimana matahari bersinar lebih lama dari hari-hari biasanya dan membuat malam hari datang lebih lambat selama musim itu meraja. Taemin merindukan hujan; suara monoton yang lahir ketika air membasahi bumi, bahkan gedoran keras di jendelanya ketika hujan badai menerpa. Ya, Taemin bukan lagi anak kecil yang takut pada suara petir dan kilat yang sambar menyambar di langit seperti 9 tahun silam. Semuanya terhapus sejak pertemuannya dengan makhluk bersayap yang menyelinap masuk ke dalam kamarnya malam itu. Hujan badai menjadi sahabatnya sejak itu karena ia tahu, bahwa laki-laki itu akan datang menemuinya ketika badai itu reda.

Taemin menghentikan langkah tepat di tengah kebun istana yang luas itu; matanya menatap lurus pepohonan yang terbentang di hadapannya. Hanya pagar besi tinggi yang mencegah dirinya memasuki daerah terlarang itu. Sejak kecil ia sudah diberitahu bahwa hutan di seberangnya itu berbahaya; makhluk-makhluk mengerikan dan gemar memangsa jiwa-jiwa manusia yang tersesat di dalamnya. Jantung Taemin berdebar keras, memukul-mukul dadanya dengan liar. Selama ini ia selalu mengira malaikatnya tinggal di dalam sana, bersembunyi dalam rimbunan pepohonan yang tak terjangkau sinar mentari dan menemuinya pada malam hari.
“Yang Mulia Lee Taemin?” suara itu sontak membuyarkan lamunan Taemin.
Pangeran itu berbalik dan berhadapan dengan Kim Jonghyun, salah satu dari lima panglima besar yang memimpin pasukan militer kerajaan. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang amat kentara.

“Apa yang Anda lakukan di kebun ini seorang diri? Ke mana semua pelayan yang seharusnya menyertai Anda?” tanyanya seraya mendekati Taemin.
“Aku yang menyuruh mereka pergi, Jonghyun sshi. Walaupun aku putra kedua penguasa negara ini bukan berarti aku harus terus dikekang sepanjang hidupku, bukan? Aku membutuhkan waktu untuk dirikku sendiri.” balasnya seraya menatap Jonghyun yang sudah mengenakan pakaian kebesarannya.
“Saya mengerti, Yang Mulia. Maafkan kelancangan saya tadi, saya hanya mengkhawatirkan keselamatan Yang Mulia pangeran. Saya tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada diri Yang Mulia.” ujar Jonghyun sembari menundukkan kepala sedikit pada pangeran muda di depannya itu.

Taemin tersenyum dan kembali membelakangi Jonghyun. Dengan santai disusurinya kembali kebun itu sambil berkata,
“Panglima besar Kim Jonghyun, selain pandai mengatur strategi perang kau juga ahli membuatku merasa bersalah. Terkadang aku berpikir jika saja hati ini dapat kuatur sesuai keinginanku, mungkin kau tidak akan merasakan sakit yang sudah lama kau rasakan. Akan tetapi, hati ini tidak pernah menjadi milikku dan aku tidak mempunyai kuasa untuk mengubah keinginannya.”
Jonghyun yang sejak tadi mengikuti langkah Taemin hanya mampu mengeluarkan tawa kecil.
“Anda tidak perlu merasa begitu. Jika Yang Mulia saja tidak dapat mengendalikan keinginan hati Yang Mulia, maka saya pun tidak berhak memaksakan hasrat hati saya pada Anda.” panglima besar itu terdiam sebelum melanjutkan,” Menyedihkan rasanya jika saya mengingat pepatah lama yang mengatakan ‘manusia selalu menginginkan apa yang tidak bisa ia miliki’. Sepertinya pepatah itu diciptakan khusus untuk diri saya.”

Tanpa disangka-sangka oleh Jonghyun, Taemin berhenti melangkah. Pangeran yang sudah lama dicintainya itu membalikkan tubuhnya dan memandang langsung ke kedalaman matanya.
“Jonghyun hyung, bisakah kau memaafkan aku? Bisakah kau mengampuni aku yang tidak bisa memberikan hatiku padamu?”
Jonghyun memberanikan diri mengangkat tangannya dan memegang kedua belah pipi Taemin.
“Dalam hati aku pun terus menanyakan hal yang sama pada diriku sendiri namun jawabannya masih belum bisa kuutarakan, berharap pertanyaan-pertanyaan itu akan menghilang dengan sendirinya.” laki-laki itu menelusuri bibir merah Taemin dengan ibu jarinya.
“Lee Taemin, apa yang harus kulakukan untuk mendapatkan cintamu?” bisiknya.
“Bisakah kau mendatangkan hujan?” tanya Taemin, sorot matanya yang bertumbukkan dengan milik Jonghyun bersinar penuh harap.
“Apa katamu?” dahi Jonghyun berkerut mendengar permintaan itu.
“Hujan. Datangkanlah hujan untukku. Pada saat itu cintaku akan datang walaupun aku tidak tahu apakah aku sanggup memberikan cinta itu kepadamu, Kim Jonghyun.”

***
Taemin dengan gelisah berjalan mondar mandir di kamarnya. Sesekali ia melayangkan pandangan ke arah jam besar di sudut kamar sambil meremas-remas tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari namun ia masih belum bisa memejamkan mata. Dengan perasaan gundah ia duduk di tepi ranjang dan menatap jendela kamarnya, seakan berharap orang yang sejak tadi dinanti akan melompat masuk ke dalam detik itu juga.
“Sudah lama menunggu, Yang Mulia?”

===

TBC

4 thoughts on “[FF/ two-shots/ Yaoi/ PG-15] The (Absurd) Wings of Love – part 1 {TaeMinho- shinee pairing}

Leave a reply to jaiyen Cancel reply